JAKARTA, duniafintech.com – Anjloknya harga Bitcoin membuat para penambang harus menjual lebih dari 100% produksi mereka. Menurut Arcane Research, ini terjadi di bulan Mei saat nilai mata uang kripto itu ambles 45 persen.Â
“Turunnya profitabilitas pertambangan memaksa para penambang meningkatkan tingkat penjualan menjadi lebih dari 100% dari produksi di bulan Mei. Kondiis telah memburuk di bulan Juni, artinya kemungkinan akan menjual lebih banyak lagi,” kata analis Arcane Jaran Mellerud, dikutip dari Reuters via CNBC Indonesia, Kamis (30/6/2022).
Penambang Bitcoin biasanya merupakan HODLers. Secara kolektif, mereka memiliki sekitar 800 ribu Bitcoin, ungkap CoinMetrics.
Tahun 2021, penambangan bitcoin bertumbuh dengan pesat. Kala itu, nilai Bitcoin melesat lebih dari empat kali lipat.
Namun fakta ini membuat pertumbuhan makin menekan margin. Karena proses penambangan dirancang untuk lebih sulit tumbuh akibat peningkatan jumlah penambang.
“Dalam enam bulan terakhir, tingkat hash dan kesulitan penambangan telah meningkat sementara harga Bitcoin turun. Keduanya negatif untuk penambang yang ada sebab bekerja untuk menekan margin,” jelas analis Blockware Solution, Joe Burnett.
Baca juga:Â Segera Siapkan Regulasi Investasi Kripto, Zulkifli Hasan Bilang Biar Lebih Aman
Masalah penambang makin menumpuk saat harga energi melonjak. Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index memperkirakan mereka menggunakan lebih banyak listrik daripada Fillipina.
“Jika Anda tidak ada di area dengan listrik berbiaya rendah, Anda harus mematikannya,” kata analis senior di D.A davidson, Chris Brendler.
Baca juga:Â BPJS Jadi Syarat Jual Beli Tanah, ATR/BPN: Tak Pengaruhi Skema Perdagangan
Sebagai informasi, beberapa perusahaan yang mengumumkan penjualan mulai dari Bitfarms, Riot Blockchain, dan Core Scientific. Bahkan Bitfarms mengatakan tidak lagi menyimpan produksi Bitcoin harian sebagai stok.
Baca juga:Â Instagram Hadirkan NFT dari Beberapa Jaringan Blockchain, Mulai Ethereum Hingga Solana
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada