25.6 C
Jakarta
Sabtu, 23 November, 2024

Suku Bunga Acuan Naik, Cara Bank Indonesia Stabilkan Rupiah

JAKARTA, duniafintech.com – Suku bunga acuan naik untuk ketiga kali secara beruntun sejak Agustus 2022, guna menstabilkan mata uang Rupiah.

Bank Indonesia memutuskan untuk menaikkan BI 7 Day Reverse Rate (BI7DRR) (suku bunga acuan naik) sebesar 50 bps menjadi 4,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 50 bps menjadi 4,00 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 50 bps menjadi 5,50 persen.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menjelaskan keputusan suku bunga acuan naik tersebut sebagai langkah front loaded, pre emptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting) dan memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal yaitu ke paruh pertama 2023.

“Serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat,” ujar Perry.

Baca juga: Bank Indonesia: Suku Bunga Acuan Naik jadi 4,25 persen

suku bunga acuan naik

Suku Bunga Acuan Naik, Kebijakan Menjaga Stabilitas dan Momentum Pemulihan Ekonomi

Terkait suku bunga acuan naik, Perry mengungkapkan terdapat tujuh cara untuk memperkuat respon bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi.

Pertama, memperkuat operasi moneter melalui kenaikan struktur suku bunga di pasar uang sesuai dengan kenaikan suku bunga BI7DRR tersebut untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi inti kembali ke sasarannya lebih awal.

Kedua, memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dengan tetap berada di pasar sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi terutama imported inflation melalui intervensi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF).

“Serta pembelian atau penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder,” kata Perry.

Ketiga, melanjutkan penjualan atau pembelian SBN di pasar sekunder untuk memperkuat transmisi kenaikan BI7DRR dalam meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN bagi masuknya investor portofolio asing guna memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah.

Keempat, melanjutkan implementasi makroprudensial akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dengan mempertahankan rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0 persen, rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84 – 94% serta rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 6 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 6 persen, dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5 persen dengan fleksibilitas repo sebesar 4,5 persen.

Dia menambahkan dengan melanjutkan pelonggaran Loan to Value atau Financing to Value (LTV/FTV) kredit atau pembiayaan properti menjadi paling 100 persen untuk semua jenis properti seperti rumah tapak dan rumah susun serta ruko atau rukan.

“Bagi bank yang memenuhi NPL/NPF tertentu untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor properti dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko berlaku efektif 1 Januari 2023 sampai dengan 31 Desember 2023,” tambah Perry.

Baca juga: AFPI Tidak Ragu Menaikan Suku Bunga Pinjaman, Jika BI Naik Suku Bunga Acuan

Terkait suku bunga acuan naik, dia menuturkan perlu melanjutkan pelonggaran ketentuan Uang Muka Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor menjadi paling sedikit 0 persen untuk semua jenis kendaraan bermotor baru.

“Hal itu diperlukan untuk mendorong pertumbuhan kredit di sektor otomotif dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen resiko berlaku efektif 1 Januari 2023 sampai dengan 31 Desember 2023,” kata Perry.

Kelima, Perry menuturkan perlunya melanjutkan kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit dengan melakukan pendalaman asesmen respon suku bunga kredit baru terhadap suku bunga kebijakan.

Keenam, memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendorong digitalisasi perbankan dan lembaga selain bank (LSB) melalui perluasan kepesertaan, ekosistem dan penggunaan BI-FAST serta mendorong percepatan adopsi Standard Nasional Open API Pembayaran (SNAP) bagi bank dan LSB.

Ketujuh, memperkuat kerja sama internasional dengan bank sentral dan otoritas negara mitra lainnya, fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.

“Koordinasi bersama Kementerian Keuangan terus diperkuat dalam rangka menyukseskan enam agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia pada G20 tahun 2022 dalam pertemuan G20 Leaders Summit November 2022,” ujar Perry.

Perry meminta agar koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan mitra strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah untuk terus diperkuat melalui peningkatan nilai tambah (value added) Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Masih terkait suku bunga acuan naik, kemudian dia menambahkan sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan kebijakan fiskal pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

“Serta mendorong kredit atau pembiayaan kepada dunia usaha pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ekspor serta inklusi ekonomi dan keuangan,” ujar Perry.

Baca juga: Tahan Suku Bunga Acuan 3,50% Tidak Naik, Ini Langkah BI Jaga Stabilitas Makroekonomi

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU