25.2 C
Jakarta
Minggu, 3 November, 2024

Perbedaan Bitcoin dan Ethereum, Dua Crypto Pemegang Tahta! 

JAKARTA, duniafintech.com – Perbedaan Bitcoin dan Ethereum ternyata masih jarang diketahui. Dua aset kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar ini memiliki perbedaan yang mencolok. 

Dari segi harga saja, keduanya jauh berbeda. Di segi posisi juga. Bitcoin merupakan kripto dengan pemegang nomor satu tahta terbesar, sementara Ethereum di posisi kedua. 

Namun untuk lebih jelasnya, mari kita simak berita kripto yang memberikan ulasan mengenai perbedaan Bitcoin dan Ethereum berikut ini. 

Perbedaan Bitcoin dan Ethereum

Perbedaan Bitcoin dan Ethereum

Di dunia kripto, Bitcoin dan Ethereum merupakan dua aset digital yang paling populer saat ini. Dua aset kripto inilah yang memegang tahta urutan satu dan kedua.

Baik Bitcoin maupun Ethereum, dikembangkan melalui jaringan blockchain. Keduanya sama-sama diperjualbelikan di bursa kripto dan dapat disimpan di platform dompet digital.

Meski memiliki kesamaan, ada sejumlah perbedaan Bitcoin dan Ethereum yang cukup signifikan. Melansir Kompas.id, jika tertarik untuk berinvestasi pada kedua aset kripto ini, berikut ini, perbedaannya:

1. Perbedaan Bitcoin dan Ethereum: Dari Segi Fungsi 

Dilihat dari segi fungsi, Bitcoin dan Ethereum memiliki perbedaan. Secara umum, Bitcoin memiliki fungsi sebagai “uang digital”. Karena memiliki nilai yang cukup tinggi di pasaran, Bitcoin dapat digunakan sebagai alat tukar dan instrumen investasi.

Meski demikian, Bitcoin tidak dimiliki oleh perusahaan mana pun. Aset kripto ini juga tidak terikat dengan lembaga keuangan atau perbankan tertentu.

Baca juga: Jangan Salah Kira, Inilah Perbedaan Bitcoin dan Stablecoin

Saat diluncurkan pada 2009, penciptanya, yakni Satoshi Nakamoto, ingin menjadikan Bitcoin sebagai alat yang bisa digunakan untuk bertransaksi dengan mudah di dunia digital.

Sementara itu, Ethereum didirikan oleh enam orang ahli di bidang kripto pada 2014. Mereka adalah Vitalik Buterin, Gavin Wood, Jeffrey Wilcke, Charles Hoskinson, Mihai Alisie, Anthony Di Iorio, serta Amir Chetrit.

Melalui Ethereum, mereka memanfaatkan teknologi blockchain untuk menciptakan sistem keuangan yang tidak terpusat alias decentralized finance (DeFi).

Selanjutnya, Ethereum dikembangkan dengan sistem smart-contract supaya dapat digunakan di berbagai bidang, mulai dari non-fungible token (NFT), perbankan, properti, hingga kesehatan.

Supaya dapat terus beroperasi, Ethereum membutuhkan sumber daya besar supaya teknologi mereka bisa digunakan oleh banyak orang.

Pada 2015, Ethereum meluncurkan token digital bernama Ether (ETH). ETH ini bisa diperjualbelikan sebagai aset digital di bursa kripto. Sebagian keuntungan dari platform ini digunakan untuk menjalankan Ethereum.

2. Jumlah Ketersediaan

Perbedaan Bitcoin dan Ethereum yang lainnya adalah dari jumlah  pasokan. Bitcoin boleh dibilang merupakan “emas digital” karena jumlahnya terbatas. Hal ini membuat nilainya cenderung menanjak dalam jangka panjang seiring dengan meningkatnya permintaan dan menurunnya persediaan.

Saat ini, jumlah Bitcoin hanya dibatasi sebanyak 21 juta. Bila sudah habis ditambang, Bitcoin baru tidak akan dirilis untuk menambah pasokan layaknya mata uang.

Sejumlah ahli memperkirakan, Bitcoin terakhir akan selesai ditambang sekitar 2140. Untuk mengontrol sirkulasi, Bitcoin dikontrol menggunakan sebuah metode bernama halving.

Melalui metode tersebut, reward yang didapat para penambang Bitcoin akan berkurang setengahnya setiap empat tahun sekali atau setiap 210.000 Bitcoin selesai ditambang. Dengan demikian, ketersediaannya tidak akan cepat habis.

Baca jugaTips Trading Indodax, Simpel dan Mudah Dipahami Untuk Pemula 

Hal tersebut berbeda dengan Ethereum. Ethereum tidak menentukan batasan spesifik soal jumlah ETH yang akan dirilis dalam jangka panjang. Pasalnya, ETH menjadi salah satu “bensin” yang mendorong operasional Ethereum supaya tetap berjalan. Selama Ethereum masih berfungsi, ETH pun akan terus dirilis

Meski demikian, Ethereum menetapkan jumlah maksimal ETH yang dikeluarkan setiap tahun, yakni 18 juta.

3. Lebih Ramah Lingkungan

Selama ini, aktivitas penambangan kripto kerap menuai kontroversi karena konsumsi listrik yang tinggi. Hal tersebut berdampak pada tingginya emisi karbon dari setiap penambangan aset kripto.

Seperti diketahui, emisi karbon menjadi salah satu penyebab pemanasan global. Hal ini membuat aktivitas perdagangan Bitcoin dan Ethereum tak luput dari protes para aktivis lingkungan.

Mempertimbangkan hal tersebut, Ethereum mengubah sistem validasi transaksi mereka yang berbeda dengan Bitcoin. Sistem tersebut menggunakan algoritma baru yang membuat proses mining ETH jadi lebih efisien. Dengan demikian, emisi karbon yang dikeluarkan menjadi lebih sedikit.

Namun, patut diketahui bahwa saat ini proses penambangan Bitcoin jauh lebih ramah lingkungan. Ini karena hampir 60 persen penambang Bitcoin telah menggunakan energi yang terbarukan. Di antaranya yaitu panas bumi, tenaga matahari dan angin.

Itulah sejumlah perbedaan Bitcoin dan Ethereum. Semoga informasi yang dibagikan ini bermanfaat bagi Anda.

Baca jugaBerita Bitcoin Hari Ini: BTC-ETH Menguat, Simak Pergerakannya 

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com.

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU